Jumat, 05 Februari 2010

KEJANG

KONSEP DASAR KEJANG
Definisi
Kejang adalah terbebasnya neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi, atau memori yang bersifat sementara.
(Hudak & Gallo, vol : II, ; 274)
Kejang yang terus menerus dan hebat merupakan kedaruratan neurologik karena potensial mengandung bahaya terhadap fungsi vital dan kerusakan otak permanan.
Istilah epilepsy merupakan suatu kelainan yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang.
Gangguan kejang dapat mengacu pada satu kejadian terisolasi / pada suatu situasi berulang.
(Hudak & Gallo, vol : II ; 274)
Kejang (seizures) adalah pelepasan muatan oleh neuron-neuron otak yang mendadak dan tidak terkontrol, yang menyebabkan perubahan pada fungsi otak .
(Corwin, 2000 : 172)
Kejang adalah keadaan mengerut otot yang timbul dengan sendirinya
(Markam , 1998 : 8)
Etiologi
1. Bersumber di SSP
a) Cidera otak akut primer
i. Trauma kepala
ii. Lesi desak ruang (tumor / abses otak)
iii. CVA (Cerebro Vascular Accident) Perdarahan subaraknoid / intra serebral, troosis arteri, embolus, troboflebitis
iv. Emboli udara / lemak

b) Ensefalopati kronis
i. E epileptic, trauma lahir
ii. Epilepsy pasca trauma
iii. Penyakit degeneratif / infeksi SSP
iv. Kejang (sindroma Visequilibrium)
c) Infeksi
i. Meningitis / ensefalitis
ii. Empiema / abses

2. Bersumber di luar SSP
a. Keracunan
Obat kimia : etanol, Pb, organofosfat, obat hipoglikemia, anti biotic dsb
b. Kelainanan sistemik / metabolik
i. Anoksia (henti jantung)
ii. Hipomagnesemia, hipokalemia, hiponatremia
iii.Alkaosis metabolik / respiratorik
iv. Keadaan hipo-hiperosmolar (hipoglikemia, ketoasidosis, diabetes, uremia)
v. Sepsis, gagal ginjal / hati
vi. Pasca operasi otak
vii. Ensefalopati hipertensi
viii. Ketoasidosis diabetes
ix. Eklampsia

B. MANIFESTASI KLINIS
1. Bergantung pada lokasi muatan neuron-neuron kejang dapat direntang dari serangan awal sederhana sampai lokasi gerakan konvuler memanjang dengan hilangnya kesadaran. Variasi kejang diklasifikasikan secara internasional sesuai dengan otak yang terkena dan diidentifikasi sebagai kejang parsial umum / tidak diklasifikasikan.
2. Kejang parsial asalnya fokal dan hanya mengenai sebagian otak. Kejang parsial sederhana hanya satu jari / tangan bergetar mulut dapat tersentak tak terkontrol, berbicara tidak dipahami,pusing, mengalami sinar, bunyi, bau, rasa yang tidak umum dan tidak nyaman. Kejang parsial kompleks individu tidak bergerak / bergerak otomatik tetapi tidak tepat waktu dan tempat mengalami emosi berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan pada ransang. Dan individu tidak ingat bila episode awal.
3. Kejang umum asalnya tidak spesifik mengenai otak secara stimulant
Kejang umum :
a. Lebih umum disebut kejang grandival, melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan keduan sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada kelakuan seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan kontraksi dan relaksasi otot (kontrak sitonik kronik umum)
b. Kontraksi stimulant diafragma dan otot dada dapat menimbulkan menangis epileptic karakteristik.
c. Sering tidak tertekan dan pasien mengalami inkontinensi urine dan feses.
d. Setelah ½ menit gerakan konvulatif menghilang, asien rileks, mengalami koma dalam, bunyi nafas bising.
e. Pada keadaan postikal (setelah kejang) pasien sering sulit bangun dan tidur selama berjam-jam. Banyak pasien mengalami sakit kepala / sakit otot.
(Smeltzer, 2002 : 2202)

C. KLASIFIKASI KEJANG
Kejang parsial
Ada dua jenis kejang parsial : sederhan dan kompleks. Kejang parsial dari dua jenis dapat berkembang menjadi kejang umum jika muatan listrik abnormal menyebar dari focus awal kebagian otak lainya.

Perbedaan kedua jenis kejang parsial adalah berdasarakan pada apakah kesadaran mengalami kerusakan atau tidak. Jika tidak terjadi kerisakan maka serangan disebut kejang parsial sederhana, yang sifatnya motorik, sensorik, otonomik atau fisik, tergantung pada focus kejang. Jika focus kejang terletak pada dekat lobus frontal posterior korteks motorik, maka akan melibatkan kontralateralmotorik sisi tubuh .

Istilah lama “Kejang Jackonian” adalah contoh kejang parsial sederhana dengan ketrlibatan motorik. Secara klinis kejang berulang, biasanya kontraksi involunter unilateral dari kelompok otot tertentu, seperti fleksos ibu jari tangan. Kejang hamper selalu dimulai pada area yang sama dan bermigrasi dengan pola yang sama, disebut mars Jacksonian.

Jika focus kejang terletak pada lobus parietal anterior, yang termasuk kedalam korteks sensoris, maka tidak terlihat bukti-bukti kejang. Kejang parsial dengan gejala-gejala fisik jarang sekali terjadi.

Kejang parsial kompleks ( kejang lobus temporal, psikomotor atau otomatisme) sering mempunyai focus pada lobus temporal meskipun kadang pada lobus frontal. Manifestasi klinis dengan kejang ini bervariasi mungkin terjadi halisinasi visual, auditori atau olfaktori (yaitu melihat hal-hal yang tidak ada dilingkungan, mendengar suara-suara yang menyuruh pasien melakukan sesuatu / mencium bau sperti kopi yang baru diseduh ). Sensori visual seperti mual, muntah / berkeringat banyak dapat mendahului kejang.

Pasien menunjukan otomatisme / perilaku otomatik seperti memain-mainkan bagian bawah baju / menjadi lupa terghadap aktivitas motorik lainya. Selama kejang individu tidak kombatif, jika dilawan / mencoba untuk merestrain individu menjadi agitasi / asosial. Setelah periode kejang pasien tidak teringat perilaku yang terjadi. Individu maka akan disalah diagosakan mengalami gangguan psikiatri.

Kejang umum
Ialah kejang yang menunjukan sinkronisasi dari ketrlibatan semua bagian otak pada kedua hemisfer. Tidak terdapat isyarat atau aura / prodromal kecuali kejang parsial yang berkembang menjadi kejang umum.

Epilepsi tipikal non kejang, sebelumnya disebut petikmal. Kejang terjadi pada anak-anak dan lebih sering timbul sejalan dengan tibanya masa pubertas. Seyelah pubertas, individu mungkin tidak lagi mengalami kejang / kejangnya berubah keaktifitas jenis umum.

Secara klinis,tidak adanya kejang tipikal tidak melibatkan setiap gerakan involunter menyerang / inkontinens. Terdapat manifestasi motorik minor seperti kedipan mata. Terjadi kehilangan kesadaran / kontak lingkunagn yang tidak diperhatikan.

Epilepsy atipikal non kejang secara klinis menyerupai epilepsy tipikal non kejang, Perbedaan utama ditunjukan pada EEG : hanya epilepsy tipikal non kejang yang menunjukan aktifitas gelombang spike 3 detik. Epilepsy atipikal non kejang terlihat baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Terjadi otomatisme minor dan pasien mengalai kejang tipe lain. Kejang ini berkaitan dengan retradasi mental.

Kejang tonik-klonik disebut grandmal / kejang motorik mayor. Kejang ini melibatkan ektensi tonik bilateral ekstermitas yang diikuti gerakan terkedut bilateral yang sinkron. Kejang umum tonik-klonik nerupakan satu fase dari aktifitas tonik-klonik.

Kejang mioklonik digolongkan oleh kesinkronan, renjatan cepat asimetri dari salah satu / kedua ekstermitas, trunkus / kelompok otot tertentu.

Kejang atom diklasifikasikan sebagai “ serangan turun”, / kejang akinetik adalah jenis kejang umum lainya. Pasien menyadari kehilangan tonus otot yang tiba-tiba karena pasien jatuh ketanah.

Kejang Tak Terklasifikasi
a. Ststus epileptikus . Ditandai dengan serangkaian kejang tanpa pemulihan status neurology dasar diantara waktu kejang.
b. Pseudoepilepsy. Didasarkan secara psikologis, kejang tidak berhubungan dengan letupan abnormal otak. Kejang menyerupai kejang epilepsy. Pseudoepilepsi terjadi pada anak-anak dan dewasa muda (rata-rata 18,5 – 27,5 tahun) insidentnya lebih tinggi dua kali pada wanita daripada pria. Pengaryh lingkungan dapat mempengaruhi timbulnya pseudoepilepsi bahkan menjadi pencetusnya.
(Hudak & Gallo, 1996, Vol 3 : 278-281)

D. PATOFISIOLOGI
Kejang dapat digambarkan sebagai letupan listrik neuron otak secara mendadak, hebat dan tidak teratur yang mengganggu SSP. Oleh berbagai sebab sel-sel saraf tertentu dapat melepas dan mengeluarkan infuse secara mendadak, mengakibatkan gangguan listrik didalam otak yang selanjutnya mengakibatkan kontraksi otot. Aktifitas fisik yang abnormal mengakibatkan gangguan sensasi, kehilangan kesadran dan fungsi psikis, gangguan motorik dan bangkitan kontraksi otot.

Pada bangkitan epilepsy (tonik-klonik) dankejang oleh sebab lain bila dibiarkan lebih dari 60 menit timbul kerusakan otak bahkan kematian. Kerusakan otak permanent pada kejang timbul pada hipokampus, amigdala, serebelum dan thalamus.

Neuron-neuron yang peka pada bangkitan kejang yang terus menerus dapat mengalami kerusakan, walaupun sudah tercukupi O2, glukosa dan energi. Kematian sel juga dapat terjadi akibat kenaikan kebutuhan metabolic yang sangat besar oleh letupa-letupan listrik neuron-neuron yang terus menerus.

Kebanagkitan kejang lebih dari 20 menit, mengurangi tekanan parsial O2 pada korteks serebri, begitu pula isifensi secara regional menambah kerusakan sel. Kadar Ca dalam neuron meninggi bersama asam arakidonik, trigliserol, arakidonoil, prostaglandin yang meningkat sampai kadar toksik, menyebabkan edema otak dan kematian sel pada bagian-bagian otak tertentu.

Kejang lama menyebabkan komplikasi metabolic sekunder. Sesudah 60 menit timbul saidosis asam laktat dan tekanan CSS meninggi. Mulaa-mula timbul hiperglikemia menjadi hipoglikemia, timbul disfungsi susunan saraf otonom dengan hipertensi, keringat banyak, hipertensi, takikardi menjadi hipotensi dan syok.

Kontraksi otot yang berlebihan menyebabkan myolisis dan myogglobinuria menjadi nefrosis nefron bawah. Spasme otot yang hebat dan berlangsung lama menghambat pernafasan sehingga apnoe dan hipoksia. Spasme otot laring bila terjadi lama dapat mengakibatkn kematian karena asifiksia.

Spasme otot-otot dada dan perut menghambat sirkulasi yang bila bersamaan dengan hipoksia akibatnya akan lebih buruk terhadap jantung dan SSP. Tekanan intra abdominal yang meninggi karena spasme otot mempermudah terjadinya regurgitasi dan aspirasi pneumonia. Pada tingkatan terakhir terjadi gagal kardiovaskuler, nafas dan ginjal
(ICU,FKUI : 135 – 136)



















F. FOKUS PENGKAJIAN
Awitan. Perawat menentukan apakah kejang mempunyai awitan mendadak / didahului oleh tanda aura
Durasi. Waktu kejang dari awitan sampai akhir kejang.
Aktifitas mototrik. Perawat mencatat bagian tubuh yang terlihat dan menentukan apakah kedua sisi kanan dan kiri terkena. Bagian mana kejang dimulai ? Apakah Kaku, berkedut atau renjatan ?
Mata dan lidah. Perawat mencatat apakah ada penyimpangan pada mata dan lidah pada salah satu sisi / lainya ?
Status kesadaran. Apakah pasien dapat disadarkan selama kejang / segera kejang selesai ?
Distraktibilitas. Perawat harus menetukan apakah pasien memberikan repons terhadap lingkungan selam kejang.
Pupil. Perawat mencatat setiap perubahan pupil, ukuran, bentuk, atau ekualitas pupil dan reaksinya terhadap cahaya.
Gigi. Perawat mengamati apakah gigi pasien terkunci atau terbuka.
Pernafasan. Frekuensi, kualitas / tidak adanya nafas serta adanya sianosis harus diamati.
Aktifitas tubuh. Inkontinens, muntah, salivasi dan perdarahan dari mulut atau lidah harus dilaporkan
Setelah kejang. Setelah kejang terjadi paralysis transient, kelemahan,kebas, semutan, disfasia, cedera lain ,periodepostikal atau amnesia mengenai kejang.
Factor-faktor pencetus. Dengan berbicara pada pasien, perawat dapat menemukan factor-faktor pencetus demam, stress emosional / fisik dan antikonfulsan.
(Hudak & Gallo : 1996 ; 281-282)

Focus Pengkajian (menurut Doenges, 259-262)
Aktifitas / Istirahat. Gejala : keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktifitas bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan / orang lain. Tanda : perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan envolunter / kontraksi otot ataupun sekelompk otot.
Sirkulasi. Gejala : Iktal : hipertensi, peningkatan nadi, sianosis. Posiktal : tanda vital normal / depresi dengan penurunan nadi dan RR menurun.
Integritas ego. Gejala : stresor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan. Peka rangsang : perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Tanda : pelebaran rentang emosional.
Eliminasi. Gejala : inkontinensia episodik. Tanda :peningkatan tekana kandung kemih dan tonus spinkter.
Makanan dan cairan. Gejala sensitifitas terhadap makanan , mual muntah yang berhubungn dengan aktifitas kejang. Tanda : kerusakan jaringan lunak / gigi (cedrera selama kejang)
Neurosensori. Gejala : riwayat sakit kepala, kejang berulang, pingsan, pusing riwayat trauma kepala Anolesia
Nyeri / keamanan. Gejala : sakit kepala, nyeri otot pada periode posiktal. Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal (mungkin terjadi selama kejang fokal / parsial tanpa mengalami penururnan kesadaran). Tanda : sikap atau tingkah laku hati-hati, gelisah.
Pernafasan. Fase iktal : gigi mengatup, sianosis RR menurun / cepat, sekret bertambah. Fase posiktal : apnea.
Keamanan. Gejala : riwayat jatuh / fraktur, adanya alergi. Tanda : trauma pada jaringan lunak / ekimosis, penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh
Interaksi sosial. Gejala : masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga / lingkungan sosialnya, pembatasan / penghindaran terhadap kontrak sosial

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Scan CT biasanya merupakan bagian dari tindakan diagnostic pada kejang. Keadaan patologis seperti tumor, edema, infarkhemoragis / pembesaran ventrikel dapat dilihat disini dan untuk menunjukan anatomi.
EEG elektroensefulogram memberikan keuntungan dalam menentukan diagnosa kejang dan dalam menemukan lesi jika ada. Disini untuk memperlihatkan fungsi neurology.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kurang pengetahuan b.d kebutuhan akan penatalaksanaan mandiri kondisi kronik
2. Resiko terhadap cedera b.d perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang / kerusakan mekanisme perlindungan diri.
3. Potensial terhadap ketidak efektifan pola pernafasan b.d kerusakan neurology, relaksasi dan refleks yang sekunder terhadap yang inervasi otot




I. INTERVENSI
1. Kurang pengetahuan b.d kebutuhan akan penatalaksanaan mandiri kondisi kronik
Kriteria hasil dan tujuan
Pasien mengungkapkan pemahaman tentang diagnosa,pengobatan,rencana pengobatan dan tindakan.
Pasien atau keluarga akan mengungkapkan apa yang dilakukan bila pasien mengalami kejang
Pasien akan menyadari dari mana sumber-sumber informasi dan dukungan selanjutnya dapat diperoleh
Intervensi
Beri informasi (verbal dan tulisan) tentang keadaan pasien dan regimen pengobatan (penkesmisalnnya)
Beri dorongan untuk menanyakan tentang semua hal yang timbul
Evaluasi kebutuhan-kebutuhan saat pulang dan upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut sebelum pulang
Berikan informasi tertulis tentang sumber-sumber komunitas dan kelompok pendukung
Perbaiki salah satu konsepsi dan kesalahpahaman

2. Pasien atau keluarga akan mengungkapkan apa yang dilakukan bila pasien mengalami kejang
Pasien akan terbebas dari cidera fisik
Intervensi
Beri bantal dan jaga tempat tidur dalam posisi rendah
Pertahankan patensi jalan nafas / pasang spatellidah selama kejang jika dapat dipasang dengan aman sebelum rahang tertutup
berikan suplemen O2 sesuai dengan pesanan lelama dan setelah kejang
Amati terhadap aspirasi selama kejang balikan pasien apda salah situasi
kolaborasi dengan team medis dalam pemberian finotin karena:
Menyebabkan penurunan tekanan darah
Berikan 50 mg/menit/lebih lambat
Encerkan dalam Ns karena dextrose menyebabkan pengendapan

3. Potensial terhadap ketidak efektifan pola pernafasan b.d kerusakan neurology, relaksasi dan refleks yang sekunder terhadap yang inervasi otot
KH : klien memperlihatkan kepatenan jalan nafas, paru-paru bersih, frekuensi dan kedalaman pernafasan jelas.
Intervensi : @ selama kejang melakukan hal-hal berikut :
Berikan privasi bila mungkin
Baringkan klien dilantai bila mungkin, setelah kejang baringkan klien pada posisi miring.
Kendorkan pakaian disekitar leher.
Bila tidak memungkinkan untuk membaringkan pasien dalam posisi miring angkat dagunya keatas, dan kedepan dengankepala mendongkak kebelakang untuk membantu membuka jalan nafas.
Rasional : tindakan ini dapat membantu menurunkan cidera dan raa malu.
Tindakan kolaborasi :
Bila individu berlanjut mengalami kejang umum beri tahu dokter dan lakukan protokol.
Intervensi : tegakan jalan nafas, suction sesuai kebutuhan , beri O2 melalui kateter nasal, pasang infus intravena.
Rasional : kerusakan pernafasan dapat menimbulkan hipoksia sistemik dan serebral diperlukan pemberian anti konvulsan intravena kerja cepat.
Anjurkan anggota keluarga / orang terdekat cara berespon pada pasien selama kejang.
Rasional : orang lain dapat diajarkan tindakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas dan cedera.



















E. PATHWAY


















Kurang informasi


Kurang pengetahuan


















Tonik

Resiko terhadap cidera

Anietas keluarga
Meningitis, tumor otak idiopatik

Perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron

Difusi ion kalium maupun ion melalui membran

Lepas muatan listrik meningkat

Neurotransmiter

Muatan listrik meluas keseluruh sel maupun membran sel


Kejang


Lidah turun kebelakang

Menghambat jalan nafas

Potensial terhadap ketidakefetifan pola nafas


















Meningkatnya aktifitas otot (otot jantung)

Denyut jantung tidak teratur


Gangguan suplai udara keotak


Hipoksia

Permeabilitas kapiler meningkat

Edema otak

Kerusakan sel neuron otak

Potensial terhadap ketidak efektifan pola nafas

DAFTAR PUSTAKA

Markam, Soemarno. 1998. Kejang & Epilepsi. Jakarta : Arcan
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Vol II.EGC. Jakarta
J.Corwin, Elizabeth.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta.EGC.2000
Susan Martin Tucker, 1999. Standar Perawatan Pasien Volume 3, Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar pada blog saya