Jumat, 05 Februari 2010

Cidera Kepala Ringan

BAB I
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Cedera kepala ringan adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo mungkin muntah, tampak pucat (Harsono, 2000).
Cedera kepala dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi terjadi normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Deficit neurologis terjadi karena robekan substansia alfa. Iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi serta edema serebral sekita jaringan otak (Nettina, 2001: 73).
Cedera kepala adalah salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif sebagian besar akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2000: 3).

B. Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, dan cedera olahraga. Cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corwin, 2000: 175).



C. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dari terjadinya cedera kepala adalah:
Cedera kepala ringan:
1. Pingsan tidak lebih dari 10 menit.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau menurun.
3. Setelah sadar timbul nyeri, pusing, muntah.
4. Amnesia retrograde.
5. GCS 13-15.
6. Tidak terdapat kelainan neurologis. (FKUI, 1996: 50)
Gejala lain dari cedera kepala ringan yaitu:
Pada konkusio segera, terjadi kehilangan kesadaran, pada hematom kesadaran mungkin hilang segera, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom atau edema interstisium.
Pada pernafasan dapat secara progresif menjadi abnormal.
Respon pupil mungkin lenyap atau secara progresif memburuk.
Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra kranium.
Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra kranium.
Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat (Corwin, 2000: 177).


D. Anatomi Patologi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningen yang terjadi dari 3 lapisan yaitu duramater, arachoid, dan piameter. Sedangkan sifat anatomis yang paling penting dalam memperngaruhi akibat trauma pada otak ialah tulang tengkorak. Meskipun tengkorak menjadi pelindung tetapi terhadap trauma yang lebih berat ia dapat berubah menjadi senjata terhadap otak.
Peningkatan tekanan intra kranial berkaitan erat dengan peningkatan volume intra kranial di mana volume ini tergantung pada volume jaringan otak, volume darah dan volume cairan serebrospinal. Variasi yang abnormal pada volume intrakranial dengan diikuti perubahan tekanan intra kranial dapat disebabkan oleh perubahan volume salah satu unsur di atas. Meningkatkan tekanan dalam rongga kepala dikompensasi oleh sistim vena dan cairan serebrospinal. Apabila tekanan terus meningkat aliran darah ke otak akan turun dan terjadi perfusi yang tidak adekuat. Ini menyebabkan meningkatnya PCO2 turunnya PO2 dan pH.
Keadaan ini akan terjadinya vasodilatasi dan edema serebral, yang gilirannya makin meningkat tekanan intrakranial dan kompresi jaringan saraf, sehingga otak akan mengalami penurunan O2 dan glukosa dan menyebabkan metabolisme otak terganggu (Pahria.T, dkk, 1991).



E. Patofisiologi
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa meskipun otak hanya seberat 2% dari berat badan orang dewasa, ia menerima 20% dari curah jantung. Sebagian besar yakni 80% dari glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansia kelabu.
Jika terjadi hernia jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskem, sehingga dapat menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang menimbulkan kematian (Sjamsuhidayat, 1998: 1111).
Cedera kepala dapat terjadi karena cedera kulit, kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruh. Fraktur yang memepengaruhi luasnya cedera kepala adalah lokasi dan arah dari penyebab benturan, kecepatan kekuatan datang, permukaan dari kekuatan yang menimpa, kondisi kepala ketika mendapat benturan.
Cedera bervariasi dari luka yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari tengkorak disertai kerusakan otak. Luasnya bukan merupakan indikasi berat ringannya gangguan, pengaruh umum cedera kepala dari ringan sampai berat ialah edema otak, defisit sensorik dan motorik, peningkatan intra kranial. Hal ini akan mengakibatkan perubahan perfusi jaringan otak dimana kerusakan selanjtnya timbul herniasi otak otak, iskemia otak dan hipoksia (Long.BC, 1996: 203).



F.
Pukulan benda tajam/ tumpul
Kecelakaan Lalu Lintas
Benturan, jatuhPathway
Peningkatan PCO2 dan penurunan PO2
Metabolisme
anaerob
Vasodilatasi dan
edema serebral
Perkelahian
Tekanan
Trauma jaringan kepala
Ruptura arteri meningea
Hemografi, hematoma
Trauma Jaringan Kulit
Tekanan Intra
Kranial meningkat
Perubahan perfusi
jaringan cerebral
Resiko Infeksi
Luka
Aliran darah otak menurun
Kompensasi vena dan cairan serebrospinal
Produksi
Asam laktat
Tekanan intra
kranial semakin
Penekanan batang otak/ medula oblongata
Reseptor nyeri
Resti pola nafas tidak efektif














Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Penekanan saraf menelan, mengunyah
Kerusakan mobilitas fisik
Penurunan kesadaran
Penekanan pusat vasomotor
Nyeri



Defisit perawatan diri Kelemahan Fisik

(Corwin. EJ. 2001: 157; Doenges. Dkk. 2000: 273; Pahria. T. 1996: 50)
G. Pemeriksaan Diagnostik
Scan CT (tanpa atau dengan kontras): mengidentifikasi adanya SOL, hemografi, menentukan ukuran ventikular, pergeseran jaringan otak, catatan: pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/ infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
MRI: sama dengan scan TC dengan/ tanpa menggunakan kontras.
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma.
EEG: untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
Sinar X: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema, fragmen tulang).
BAER (Brain Auditory Evoked Respon) menentukan fungsi konteks dan batang otak.
PET (Position Emission Tomography): menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.
Fungsi lumbal CSS: dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub araknoid.
GDA (Gas Darah Arteri): mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigen yang dapat meningkatkan TIK.
Kimia/ elektrolit darah: mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK/ perubahan mental (Doenges, 1999: 272).

H. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian pada cedera kepala meliputi:
Aktivitas/ istirahat
Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda: perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadreplegia.
Antaksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.
Sirkulasi
Gejala: perubahan TD atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan gradipneu, distritma).
Integritas ego
Gejala: perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang dan dramatis).
Tanda: cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan implusif.
Makan/ cairan
Gejala: mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda: muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
Neuro sensori
Gejala: kehilangan kesadaran sementar, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, gagal pada ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan
Tanda: perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/ tingkah laku dan memori).
Nyeri/ kenyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda berlangsung lama.
Tanda: wajah menyeringai, respon menarik dan rangsangan nyeri, gelisah tidak bisa istirahat.
Pernafasan
Tanda: perubahan pola nafas (apneu yang diselingi oleh hiperventilasi) nafas berbunyi, stridor, tersendak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
Keamanan
Gejala: trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Tanda: fraktur/ dislokasi, gangguan pengkihatan, kulit laserisasi, abrasi, perubahan warna.
Interaksi sosial
Gejala: afsia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria, anomia. (Doenges, 1999: 270-272)




DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.
Long, Barbara. C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan, Padjajaran.
Mansjoer, Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aescalapius FKUI.
Nettina, Sandra. M. 200. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta : EGC.
Pahria, dkk. 1996. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : EGC.
Robbin, dkk.1995. Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Underwood. JEE. 1995. Patologi. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar pada blog saya