Jumat, 05 Februari 2010

KEJANG

KONSEP DASAR KEJANG
Definisi
Kejang adalah terbebasnya neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi, atau memori yang bersifat sementara.
(Hudak & Gallo, vol : II, ; 274)
Kejang yang terus menerus dan hebat merupakan kedaruratan neurologik karena potensial mengandung bahaya terhadap fungsi vital dan kerusakan otak permanan.
Istilah epilepsy merupakan suatu kelainan yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang.
Gangguan kejang dapat mengacu pada satu kejadian terisolasi / pada suatu situasi berulang.
(Hudak & Gallo, vol : II ; 274)
Kejang (seizures) adalah pelepasan muatan oleh neuron-neuron otak yang mendadak dan tidak terkontrol, yang menyebabkan perubahan pada fungsi otak .
(Corwin, 2000 : 172)
Kejang adalah keadaan mengerut otot yang timbul dengan sendirinya
(Markam , 1998 : 8)
Etiologi
1. Bersumber di SSP
a) Cidera otak akut primer
i. Trauma kepala
ii. Lesi desak ruang (tumor / abses otak)
iii. CVA (Cerebro Vascular Accident) Perdarahan subaraknoid / intra serebral, troosis arteri, embolus, troboflebitis
iv. Emboli udara / lemak

b) Ensefalopati kronis
i. E epileptic, trauma lahir
ii. Epilepsy pasca trauma
iii. Penyakit degeneratif / infeksi SSP
iv. Kejang (sindroma Visequilibrium)
c) Infeksi
i. Meningitis / ensefalitis
ii. Empiema / abses

2. Bersumber di luar SSP
a. Keracunan
Obat kimia : etanol, Pb, organofosfat, obat hipoglikemia, anti biotic dsb
b. Kelainanan sistemik / metabolik
i. Anoksia (henti jantung)
ii. Hipomagnesemia, hipokalemia, hiponatremia
iii.Alkaosis metabolik / respiratorik
iv. Keadaan hipo-hiperosmolar (hipoglikemia, ketoasidosis, diabetes, uremia)
v. Sepsis, gagal ginjal / hati
vi. Pasca operasi otak
vii. Ensefalopati hipertensi
viii. Ketoasidosis diabetes
ix. Eklampsia

B. MANIFESTASI KLINIS
1. Bergantung pada lokasi muatan neuron-neuron kejang dapat direntang dari serangan awal sederhana sampai lokasi gerakan konvuler memanjang dengan hilangnya kesadaran. Variasi kejang diklasifikasikan secara internasional sesuai dengan otak yang terkena dan diidentifikasi sebagai kejang parsial umum / tidak diklasifikasikan.
2. Kejang parsial asalnya fokal dan hanya mengenai sebagian otak. Kejang parsial sederhana hanya satu jari / tangan bergetar mulut dapat tersentak tak terkontrol, berbicara tidak dipahami,pusing, mengalami sinar, bunyi, bau, rasa yang tidak umum dan tidak nyaman. Kejang parsial kompleks individu tidak bergerak / bergerak otomatik tetapi tidak tepat waktu dan tempat mengalami emosi berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan pada ransang. Dan individu tidak ingat bila episode awal.
3. Kejang umum asalnya tidak spesifik mengenai otak secara stimulant
Kejang umum :
a. Lebih umum disebut kejang grandival, melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan keduan sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada kelakuan seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan kontraksi dan relaksasi otot (kontrak sitonik kronik umum)
b. Kontraksi stimulant diafragma dan otot dada dapat menimbulkan menangis epileptic karakteristik.
c. Sering tidak tertekan dan pasien mengalami inkontinensi urine dan feses.
d. Setelah ½ menit gerakan konvulatif menghilang, asien rileks, mengalami koma dalam, bunyi nafas bising.
e. Pada keadaan postikal (setelah kejang) pasien sering sulit bangun dan tidur selama berjam-jam. Banyak pasien mengalami sakit kepala / sakit otot.
(Smeltzer, 2002 : 2202)

C. KLASIFIKASI KEJANG
Kejang parsial
Ada dua jenis kejang parsial : sederhan dan kompleks. Kejang parsial dari dua jenis dapat berkembang menjadi kejang umum jika muatan listrik abnormal menyebar dari focus awal kebagian otak lainya.

Perbedaan kedua jenis kejang parsial adalah berdasarakan pada apakah kesadaran mengalami kerusakan atau tidak. Jika tidak terjadi kerisakan maka serangan disebut kejang parsial sederhana, yang sifatnya motorik, sensorik, otonomik atau fisik, tergantung pada focus kejang. Jika focus kejang terletak pada dekat lobus frontal posterior korteks motorik, maka akan melibatkan kontralateralmotorik sisi tubuh .

Istilah lama “Kejang Jackonian” adalah contoh kejang parsial sederhana dengan ketrlibatan motorik. Secara klinis kejang berulang, biasanya kontraksi involunter unilateral dari kelompok otot tertentu, seperti fleksos ibu jari tangan. Kejang hamper selalu dimulai pada area yang sama dan bermigrasi dengan pola yang sama, disebut mars Jacksonian.

Jika focus kejang terletak pada lobus parietal anterior, yang termasuk kedalam korteks sensoris, maka tidak terlihat bukti-bukti kejang. Kejang parsial dengan gejala-gejala fisik jarang sekali terjadi.

Kejang parsial kompleks ( kejang lobus temporal, psikomotor atau otomatisme) sering mempunyai focus pada lobus temporal meskipun kadang pada lobus frontal. Manifestasi klinis dengan kejang ini bervariasi mungkin terjadi halisinasi visual, auditori atau olfaktori (yaitu melihat hal-hal yang tidak ada dilingkungan, mendengar suara-suara yang menyuruh pasien melakukan sesuatu / mencium bau sperti kopi yang baru diseduh ). Sensori visual seperti mual, muntah / berkeringat banyak dapat mendahului kejang.

Pasien menunjukan otomatisme / perilaku otomatik seperti memain-mainkan bagian bawah baju / menjadi lupa terghadap aktivitas motorik lainya. Selama kejang individu tidak kombatif, jika dilawan / mencoba untuk merestrain individu menjadi agitasi / asosial. Setelah periode kejang pasien tidak teringat perilaku yang terjadi. Individu maka akan disalah diagosakan mengalami gangguan psikiatri.

Kejang umum
Ialah kejang yang menunjukan sinkronisasi dari ketrlibatan semua bagian otak pada kedua hemisfer. Tidak terdapat isyarat atau aura / prodromal kecuali kejang parsial yang berkembang menjadi kejang umum.

Epilepsi tipikal non kejang, sebelumnya disebut petikmal. Kejang terjadi pada anak-anak dan lebih sering timbul sejalan dengan tibanya masa pubertas. Seyelah pubertas, individu mungkin tidak lagi mengalami kejang / kejangnya berubah keaktifitas jenis umum.

Secara klinis,tidak adanya kejang tipikal tidak melibatkan setiap gerakan involunter menyerang / inkontinens. Terdapat manifestasi motorik minor seperti kedipan mata. Terjadi kehilangan kesadaran / kontak lingkunagn yang tidak diperhatikan.

Epilepsy atipikal non kejang secara klinis menyerupai epilepsy tipikal non kejang, Perbedaan utama ditunjukan pada EEG : hanya epilepsy tipikal non kejang yang menunjukan aktifitas gelombang spike 3 detik. Epilepsy atipikal non kejang terlihat baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Terjadi otomatisme minor dan pasien mengalai kejang tipe lain. Kejang ini berkaitan dengan retradasi mental.

Kejang tonik-klonik disebut grandmal / kejang motorik mayor. Kejang ini melibatkan ektensi tonik bilateral ekstermitas yang diikuti gerakan terkedut bilateral yang sinkron. Kejang umum tonik-klonik nerupakan satu fase dari aktifitas tonik-klonik.

Kejang mioklonik digolongkan oleh kesinkronan, renjatan cepat asimetri dari salah satu / kedua ekstermitas, trunkus / kelompok otot tertentu.

Kejang atom diklasifikasikan sebagai “ serangan turun”, / kejang akinetik adalah jenis kejang umum lainya. Pasien menyadari kehilangan tonus otot yang tiba-tiba karena pasien jatuh ketanah.

Kejang Tak Terklasifikasi
a. Ststus epileptikus . Ditandai dengan serangkaian kejang tanpa pemulihan status neurology dasar diantara waktu kejang.
b. Pseudoepilepsy. Didasarkan secara psikologis, kejang tidak berhubungan dengan letupan abnormal otak. Kejang menyerupai kejang epilepsy. Pseudoepilepsi terjadi pada anak-anak dan dewasa muda (rata-rata 18,5 – 27,5 tahun) insidentnya lebih tinggi dua kali pada wanita daripada pria. Pengaryh lingkungan dapat mempengaruhi timbulnya pseudoepilepsi bahkan menjadi pencetusnya.
(Hudak & Gallo, 1996, Vol 3 : 278-281)

D. PATOFISIOLOGI
Kejang dapat digambarkan sebagai letupan listrik neuron otak secara mendadak, hebat dan tidak teratur yang mengganggu SSP. Oleh berbagai sebab sel-sel saraf tertentu dapat melepas dan mengeluarkan infuse secara mendadak, mengakibatkan gangguan listrik didalam otak yang selanjutnya mengakibatkan kontraksi otot. Aktifitas fisik yang abnormal mengakibatkan gangguan sensasi, kehilangan kesadran dan fungsi psikis, gangguan motorik dan bangkitan kontraksi otot.

Pada bangkitan epilepsy (tonik-klonik) dankejang oleh sebab lain bila dibiarkan lebih dari 60 menit timbul kerusakan otak bahkan kematian. Kerusakan otak permanent pada kejang timbul pada hipokampus, amigdala, serebelum dan thalamus.

Neuron-neuron yang peka pada bangkitan kejang yang terus menerus dapat mengalami kerusakan, walaupun sudah tercukupi O2, glukosa dan energi. Kematian sel juga dapat terjadi akibat kenaikan kebutuhan metabolic yang sangat besar oleh letupa-letupan listrik neuron-neuron yang terus menerus.

Kebanagkitan kejang lebih dari 20 menit, mengurangi tekanan parsial O2 pada korteks serebri, begitu pula isifensi secara regional menambah kerusakan sel. Kadar Ca dalam neuron meninggi bersama asam arakidonik, trigliserol, arakidonoil, prostaglandin yang meningkat sampai kadar toksik, menyebabkan edema otak dan kematian sel pada bagian-bagian otak tertentu.

Kejang lama menyebabkan komplikasi metabolic sekunder. Sesudah 60 menit timbul saidosis asam laktat dan tekanan CSS meninggi. Mulaa-mula timbul hiperglikemia menjadi hipoglikemia, timbul disfungsi susunan saraf otonom dengan hipertensi, keringat banyak, hipertensi, takikardi menjadi hipotensi dan syok.

Kontraksi otot yang berlebihan menyebabkan myolisis dan myogglobinuria menjadi nefrosis nefron bawah. Spasme otot yang hebat dan berlangsung lama menghambat pernafasan sehingga apnoe dan hipoksia. Spasme otot laring bila terjadi lama dapat mengakibatkn kematian karena asifiksia.

Spasme otot-otot dada dan perut menghambat sirkulasi yang bila bersamaan dengan hipoksia akibatnya akan lebih buruk terhadap jantung dan SSP. Tekanan intra abdominal yang meninggi karena spasme otot mempermudah terjadinya regurgitasi dan aspirasi pneumonia. Pada tingkatan terakhir terjadi gagal kardiovaskuler, nafas dan ginjal
(ICU,FKUI : 135 – 136)



















F. FOKUS PENGKAJIAN
Awitan. Perawat menentukan apakah kejang mempunyai awitan mendadak / didahului oleh tanda aura
Durasi. Waktu kejang dari awitan sampai akhir kejang.
Aktifitas mototrik. Perawat mencatat bagian tubuh yang terlihat dan menentukan apakah kedua sisi kanan dan kiri terkena. Bagian mana kejang dimulai ? Apakah Kaku, berkedut atau renjatan ?
Mata dan lidah. Perawat mencatat apakah ada penyimpangan pada mata dan lidah pada salah satu sisi / lainya ?
Status kesadaran. Apakah pasien dapat disadarkan selama kejang / segera kejang selesai ?
Distraktibilitas. Perawat harus menetukan apakah pasien memberikan repons terhadap lingkungan selam kejang.
Pupil. Perawat mencatat setiap perubahan pupil, ukuran, bentuk, atau ekualitas pupil dan reaksinya terhadap cahaya.
Gigi. Perawat mengamati apakah gigi pasien terkunci atau terbuka.
Pernafasan. Frekuensi, kualitas / tidak adanya nafas serta adanya sianosis harus diamati.
Aktifitas tubuh. Inkontinens, muntah, salivasi dan perdarahan dari mulut atau lidah harus dilaporkan
Setelah kejang. Setelah kejang terjadi paralysis transient, kelemahan,kebas, semutan, disfasia, cedera lain ,periodepostikal atau amnesia mengenai kejang.
Factor-faktor pencetus. Dengan berbicara pada pasien, perawat dapat menemukan factor-faktor pencetus demam, stress emosional / fisik dan antikonfulsan.
(Hudak & Gallo : 1996 ; 281-282)

Focus Pengkajian (menurut Doenges, 259-262)
Aktifitas / Istirahat. Gejala : keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktifitas bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan / orang lain. Tanda : perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan envolunter / kontraksi otot ataupun sekelompk otot.
Sirkulasi. Gejala : Iktal : hipertensi, peningkatan nadi, sianosis. Posiktal : tanda vital normal / depresi dengan penurunan nadi dan RR menurun.
Integritas ego. Gejala : stresor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan. Peka rangsang : perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Tanda : pelebaran rentang emosional.
Eliminasi. Gejala : inkontinensia episodik. Tanda :peningkatan tekana kandung kemih dan tonus spinkter.
Makanan dan cairan. Gejala sensitifitas terhadap makanan , mual muntah yang berhubungn dengan aktifitas kejang. Tanda : kerusakan jaringan lunak / gigi (cedrera selama kejang)
Neurosensori. Gejala : riwayat sakit kepala, kejang berulang, pingsan, pusing riwayat trauma kepala Anolesia
Nyeri / keamanan. Gejala : sakit kepala, nyeri otot pada periode posiktal. Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal (mungkin terjadi selama kejang fokal / parsial tanpa mengalami penururnan kesadaran). Tanda : sikap atau tingkah laku hati-hati, gelisah.
Pernafasan. Fase iktal : gigi mengatup, sianosis RR menurun / cepat, sekret bertambah. Fase posiktal : apnea.
Keamanan. Gejala : riwayat jatuh / fraktur, adanya alergi. Tanda : trauma pada jaringan lunak / ekimosis, penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh
Interaksi sosial. Gejala : masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga / lingkungan sosialnya, pembatasan / penghindaran terhadap kontrak sosial

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Scan CT biasanya merupakan bagian dari tindakan diagnostic pada kejang. Keadaan patologis seperti tumor, edema, infarkhemoragis / pembesaran ventrikel dapat dilihat disini dan untuk menunjukan anatomi.
EEG elektroensefulogram memberikan keuntungan dalam menentukan diagnosa kejang dan dalam menemukan lesi jika ada. Disini untuk memperlihatkan fungsi neurology.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kurang pengetahuan b.d kebutuhan akan penatalaksanaan mandiri kondisi kronik
2. Resiko terhadap cedera b.d perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang / kerusakan mekanisme perlindungan diri.
3. Potensial terhadap ketidak efektifan pola pernafasan b.d kerusakan neurology, relaksasi dan refleks yang sekunder terhadap yang inervasi otot




I. INTERVENSI
1. Kurang pengetahuan b.d kebutuhan akan penatalaksanaan mandiri kondisi kronik
Kriteria hasil dan tujuan
Pasien mengungkapkan pemahaman tentang diagnosa,pengobatan,rencana pengobatan dan tindakan.
Pasien atau keluarga akan mengungkapkan apa yang dilakukan bila pasien mengalami kejang
Pasien akan menyadari dari mana sumber-sumber informasi dan dukungan selanjutnya dapat diperoleh
Intervensi
Beri informasi (verbal dan tulisan) tentang keadaan pasien dan regimen pengobatan (penkesmisalnnya)
Beri dorongan untuk menanyakan tentang semua hal yang timbul
Evaluasi kebutuhan-kebutuhan saat pulang dan upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut sebelum pulang
Berikan informasi tertulis tentang sumber-sumber komunitas dan kelompok pendukung
Perbaiki salah satu konsepsi dan kesalahpahaman

2. Pasien atau keluarga akan mengungkapkan apa yang dilakukan bila pasien mengalami kejang
Pasien akan terbebas dari cidera fisik
Intervensi
Beri bantal dan jaga tempat tidur dalam posisi rendah
Pertahankan patensi jalan nafas / pasang spatellidah selama kejang jika dapat dipasang dengan aman sebelum rahang tertutup
berikan suplemen O2 sesuai dengan pesanan lelama dan setelah kejang
Amati terhadap aspirasi selama kejang balikan pasien apda salah situasi
kolaborasi dengan team medis dalam pemberian finotin karena:
Menyebabkan penurunan tekanan darah
Berikan 50 mg/menit/lebih lambat
Encerkan dalam Ns karena dextrose menyebabkan pengendapan

3. Potensial terhadap ketidak efektifan pola pernafasan b.d kerusakan neurology, relaksasi dan refleks yang sekunder terhadap yang inervasi otot
KH : klien memperlihatkan kepatenan jalan nafas, paru-paru bersih, frekuensi dan kedalaman pernafasan jelas.
Intervensi : @ selama kejang melakukan hal-hal berikut :
Berikan privasi bila mungkin
Baringkan klien dilantai bila mungkin, setelah kejang baringkan klien pada posisi miring.
Kendorkan pakaian disekitar leher.
Bila tidak memungkinkan untuk membaringkan pasien dalam posisi miring angkat dagunya keatas, dan kedepan dengankepala mendongkak kebelakang untuk membantu membuka jalan nafas.
Rasional : tindakan ini dapat membantu menurunkan cidera dan raa malu.
Tindakan kolaborasi :
Bila individu berlanjut mengalami kejang umum beri tahu dokter dan lakukan protokol.
Intervensi : tegakan jalan nafas, suction sesuai kebutuhan , beri O2 melalui kateter nasal, pasang infus intravena.
Rasional : kerusakan pernafasan dapat menimbulkan hipoksia sistemik dan serebral diperlukan pemberian anti konvulsan intravena kerja cepat.
Anjurkan anggota keluarga / orang terdekat cara berespon pada pasien selama kejang.
Rasional : orang lain dapat diajarkan tindakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas dan cedera.



















E. PATHWAY


















Kurang informasi


Kurang pengetahuan


















Tonik

Resiko terhadap cidera

Anietas keluarga
Meningitis, tumor otak idiopatik

Perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron

Difusi ion kalium maupun ion melalui membran

Lepas muatan listrik meningkat

Neurotransmiter

Muatan listrik meluas keseluruh sel maupun membran sel


Kejang


Lidah turun kebelakang

Menghambat jalan nafas

Potensial terhadap ketidakefetifan pola nafas


















Meningkatnya aktifitas otot (otot jantung)

Denyut jantung tidak teratur


Gangguan suplai udara keotak


Hipoksia

Permeabilitas kapiler meningkat

Edema otak

Kerusakan sel neuron otak

Potensial terhadap ketidak efektifan pola nafas

DAFTAR PUSTAKA

Markam, Soemarno. 1998. Kejang & Epilepsi. Jakarta : Arcan
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Vol II.EGC. Jakarta
J.Corwin, Elizabeth.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta.EGC.2000
Susan Martin Tucker, 1999. Standar Perawatan Pasien Volume 3, Jakarta : EGC

Cidera Kepala Ringan

BAB I
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Cedera kepala ringan adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo mungkin muntah, tampak pucat (Harsono, 2000).
Cedera kepala dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi terjadi normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Deficit neurologis terjadi karena robekan substansia alfa. Iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi serta edema serebral sekita jaringan otak (Nettina, 2001: 73).
Cedera kepala adalah salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif sebagian besar akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2000: 3).

B. Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, dan cedera olahraga. Cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corwin, 2000: 175).



C. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dari terjadinya cedera kepala adalah:
Cedera kepala ringan:
1. Pingsan tidak lebih dari 10 menit.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau menurun.
3. Setelah sadar timbul nyeri, pusing, muntah.
4. Amnesia retrograde.
5. GCS 13-15.
6. Tidak terdapat kelainan neurologis. (FKUI, 1996: 50)
Gejala lain dari cedera kepala ringan yaitu:
Pada konkusio segera, terjadi kehilangan kesadaran, pada hematom kesadaran mungkin hilang segera, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom atau edema interstisium.
Pada pernafasan dapat secara progresif menjadi abnormal.
Respon pupil mungkin lenyap atau secara progresif memburuk.
Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra kranium.
Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra kranium.
Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat (Corwin, 2000: 177).


D. Anatomi Patologi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningen yang terjadi dari 3 lapisan yaitu duramater, arachoid, dan piameter. Sedangkan sifat anatomis yang paling penting dalam memperngaruhi akibat trauma pada otak ialah tulang tengkorak. Meskipun tengkorak menjadi pelindung tetapi terhadap trauma yang lebih berat ia dapat berubah menjadi senjata terhadap otak.
Peningkatan tekanan intra kranial berkaitan erat dengan peningkatan volume intra kranial di mana volume ini tergantung pada volume jaringan otak, volume darah dan volume cairan serebrospinal. Variasi yang abnormal pada volume intrakranial dengan diikuti perubahan tekanan intra kranial dapat disebabkan oleh perubahan volume salah satu unsur di atas. Meningkatkan tekanan dalam rongga kepala dikompensasi oleh sistim vena dan cairan serebrospinal. Apabila tekanan terus meningkat aliran darah ke otak akan turun dan terjadi perfusi yang tidak adekuat. Ini menyebabkan meningkatnya PCO2 turunnya PO2 dan pH.
Keadaan ini akan terjadinya vasodilatasi dan edema serebral, yang gilirannya makin meningkat tekanan intrakranial dan kompresi jaringan saraf, sehingga otak akan mengalami penurunan O2 dan glukosa dan menyebabkan metabolisme otak terganggu (Pahria.T, dkk, 1991).



E. Patofisiologi
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa meskipun otak hanya seberat 2% dari berat badan orang dewasa, ia menerima 20% dari curah jantung. Sebagian besar yakni 80% dari glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansia kelabu.
Jika terjadi hernia jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskem, sehingga dapat menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang menimbulkan kematian (Sjamsuhidayat, 1998: 1111).
Cedera kepala dapat terjadi karena cedera kulit, kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruh. Fraktur yang memepengaruhi luasnya cedera kepala adalah lokasi dan arah dari penyebab benturan, kecepatan kekuatan datang, permukaan dari kekuatan yang menimpa, kondisi kepala ketika mendapat benturan.
Cedera bervariasi dari luka yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari tengkorak disertai kerusakan otak. Luasnya bukan merupakan indikasi berat ringannya gangguan, pengaruh umum cedera kepala dari ringan sampai berat ialah edema otak, defisit sensorik dan motorik, peningkatan intra kranial. Hal ini akan mengakibatkan perubahan perfusi jaringan otak dimana kerusakan selanjtnya timbul herniasi otak otak, iskemia otak dan hipoksia (Long.BC, 1996: 203).



F.
Pukulan benda tajam/ tumpul
Kecelakaan Lalu Lintas
Benturan, jatuhPathway
Peningkatan PCO2 dan penurunan PO2
Metabolisme
anaerob
Vasodilatasi dan
edema serebral
Perkelahian
Tekanan
Trauma jaringan kepala
Ruptura arteri meningea
Hemografi, hematoma
Trauma Jaringan Kulit
Tekanan Intra
Kranial meningkat
Perubahan perfusi
jaringan cerebral
Resiko Infeksi
Luka
Aliran darah otak menurun
Kompensasi vena dan cairan serebrospinal
Produksi
Asam laktat
Tekanan intra
kranial semakin
Penekanan batang otak/ medula oblongata
Reseptor nyeri
Resti pola nafas tidak efektif














Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Penekanan saraf menelan, mengunyah
Kerusakan mobilitas fisik
Penurunan kesadaran
Penekanan pusat vasomotor
Nyeri



Defisit perawatan diri Kelemahan Fisik

(Corwin. EJ. 2001: 157; Doenges. Dkk. 2000: 273; Pahria. T. 1996: 50)
G. Pemeriksaan Diagnostik
Scan CT (tanpa atau dengan kontras): mengidentifikasi adanya SOL, hemografi, menentukan ukuran ventikular, pergeseran jaringan otak, catatan: pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/ infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
MRI: sama dengan scan TC dengan/ tanpa menggunakan kontras.
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma.
EEG: untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
Sinar X: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema, fragmen tulang).
BAER (Brain Auditory Evoked Respon) menentukan fungsi konteks dan batang otak.
PET (Position Emission Tomography): menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.
Fungsi lumbal CSS: dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub araknoid.
GDA (Gas Darah Arteri): mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigen yang dapat meningkatkan TIK.
Kimia/ elektrolit darah: mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK/ perubahan mental (Doenges, 1999: 272).

H. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian pada cedera kepala meliputi:
Aktivitas/ istirahat
Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda: perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadreplegia.
Antaksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.
Sirkulasi
Gejala: perubahan TD atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan gradipneu, distritma).
Integritas ego
Gejala: perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang dan dramatis).
Tanda: cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan implusif.
Makan/ cairan
Gejala: mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda: muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
Neuro sensori
Gejala: kehilangan kesadaran sementar, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, gagal pada ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan
Tanda: perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/ tingkah laku dan memori).
Nyeri/ kenyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda berlangsung lama.
Tanda: wajah menyeringai, respon menarik dan rangsangan nyeri, gelisah tidak bisa istirahat.
Pernafasan
Tanda: perubahan pola nafas (apneu yang diselingi oleh hiperventilasi) nafas berbunyi, stridor, tersendak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
Keamanan
Gejala: trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Tanda: fraktur/ dislokasi, gangguan pengkihatan, kulit laserisasi, abrasi, perubahan warna.
Interaksi sosial
Gejala: afsia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria, anomia. (Doenges, 1999: 270-272)




DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.
Long, Barbara. C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan, Padjajaran.
Mansjoer, Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aescalapius FKUI.
Nettina, Sandra. M. 200. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta : EGC.
Pahria, dkk. 1996. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : EGC.
Robbin, dkk.1995. Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Underwood. JEE. 1995. Patologi. Jakarta : EGC.

Biokimia

PAPER

PRAKTIKUM BIOKIMIA
HB DAN HBCO







Disusun Oleh

TRI YULI WAHYUNI
A1.0800486




PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
2008/2009

HEMOGLOBIN



A. PENGERTIAN
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah.Menurut indikator kesehatan yang penting pada pasien. Kadar 12 d/dL pun sudah harus dilakukan tindakan. Selaian transfuse, bias dilakukan dengan pemberian eritropoeitinHemoglobin merupakan suatu protein dalam sel darah merah yang mengantarkan oksigen dari paru-paru ke jaringan di seluruh tubuh dan mengambil karbondioksida dari jaringan tersebut dibawa ke paru untuk dibuang ke udara bebas.
Hemoglobin terbuat dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam perut atau yang udah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama, makanya dinamakan sebagai HbF.
B. STRUKTUR HEMOBLOBIN
Setiap rantai globulin mengandung sebuah struktur penting yang sebut sebagai molekul “Heme”, di molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.Hemoglobin juga berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah yang bikonkaf jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka sel darah merah dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal. Hemoglobin terbuat dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam perut atau yang udah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama, makanya dinamakan sebagai HbF.

C. FUNGSI HEMOGLOBIN
Fungsi Hb adalah sebagai berikut:
v Mentrasport O2 dan CO2
v Dalam paru,oksigen terikat pada oksi Hb proton dibebaskan dan terikat dengan bikarbonat membentuk asam karbonat
v Dibantu karbonik anhidrase,asam karbonat membentuk CO2 yang keluar bersama udara ekspirasi
v Pengikatan oksigen memaksa pengeluaran CO2
v Membawa dan melepaskan NO didinding kapiler pembuluh darah jaringan
v Memberi warna merah pada darah
v Mempertahankan keseimbangan asam basa dari tubuh
D. CARA PENGUKURAN
Mesin pengukur akan memecah hemoglobin menjadi sebuah larutan. Hemoglobin dalam larutan ini kemudian dipisahkan dari zat lain dengan menggunakan zat kimia yang bernama sianida. Selanjutnya dengan penyinaran khusus, kadar hemoglobin diukur berdasarkan nilai sinar yang berhasil diserap oleh hemoglobin.
Kadar normal hemoglobin menggunakan satuan gram/dl. Yang artinya banyaknya gram hemoglobin dalam 100 mililiter darah.
Nilai normal hemoglobin tergantung dari umur pasin :
· Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
· Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
· Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
· Anak anak : 11-13 gram/dl
· Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
· Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
· Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
· Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl
Nilai diatas dapat berbeda pada masing masing laboratorium namun tidak akan terlalu jauh dari nilai diatas. Ada pula laboratorium yang tidak membedakan antara lelaki atau perempuan dewasa dengan lelaki atau perempuan tua.
- Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan istilah anemia. Ada banyak penyebab anemia diantaranya yang paling sering adalah perdarahan, kurang gizi, gangguan sumsum tulang, pengobatan kemoterapi dan abnormalitas hemoglobin bawaan.
- Kadar hemoglobin yang tinggi dapat dijumpai pada orang yang tinggal di daerah dataran tinggi dan perokok. Beberapa penyakit seperti radang paru paru, tumor dan gangguan sumsum tulang juga bisa meningkatkan kadar hemoglobin


E. PENYAKIT HEMOGLOBIN

- Penyakit hemoglobn S-C terjadi pada orang-orang yang memiliki 1 gen untuk penyakit sel sabit dan 1 gen untuk penyakit hemoglobin C. Lebih sering ditemukan dibandingan dengan penyakit hemoglobin C dan gejalanya mirip dengan penyakit sel sabit, tetapi jauh lebih ringan
- Penyakit hemoglobin E terutama menyerang orang kulit hitam dan orang-orang dari Asia Tenggara, jarang terjadi pada orang Cina. Penyakit ini menyebabkan anemia, tetapi tanpa disertai gejala lainnya yang timbul pada penyakit sel sabit dan penyakit hemoglobin C.








KARBOKSIHEMOGLOBIN
(HbCo)


A. Definisi
Gas CO yang berasal dari proses pembakaran yang tidak sempurna dapat mengikat Hb membentuk HbCo.Ikatan ini sangat kuat,lebih kuat 200 kali dari pada ikatan Hb dengan oksigen.
CO adalah gas yang mudah terbakar,tidak berwarna dan tidak berbau. CO ada dimana mana di sekitar lingkungan kita, diproduksi oleh pembakaran yang tidak sempurna. Menurut Lioy dan Daisey (1987) Karbon Monoksida dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar fosil. Sedangkan menurut Manahan (1992) karbon monoksida adalah gas industri beracun yang diproduksi oleh pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar carbonous. Sumber karbon monoksida dari lingkungan diluar tempat kerja adalah pemanas ruangan, tungku perapian dan pembakaran mesin, batu bara, kayu bakar, juga dihasilkan dari dalam tubuh oleh katabolisme dari hemoglobin dan protein heme.

B. Karakteristik CO
v Tidak berasa
v Tidak berbau
v Suhu< 129 C wujud cair
v Lebih kuat 200X dari pada Hb

C. Metabolisme dan Interaksi Biokimia
Lebih kurang 80 % - 90 % dari jumlah CO yang diabsorbsi berikatan dengan hemoglobin, membentuk carboxyhemoglobin (HbCO). HbCO menyebabkan lepasnya ikatan oxyhemoglobin dan mereduksi kapasitas transport oksigen dalam darah. Afinitas ikatan karbon monoksida dan hemoglobin adalah 200 – 250 kali dari oksigen (WHO,1996), 200-300 kali (Kindwall,1994 ), 200 kali (James,1985). Karbon monoksida masuk kedalam aliran darah melalui paru-paru dan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) dengan reaksi sebagai berikut :
O2 + CO COHb + O2 (Manahan,1992)
Carboxyhemoglobin beberapa kali lebih stabil dibandingkan dengan oxyhemoglobin sehingga reaksi ini mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah untuk menyalurkan O2 kepada jaringan tubuh. Jika kita duduk di udara dengan kadar karbon monoksida 60 bpj selama 8 jam, maka kemampuan mengikat oksigen oleh darah itu turun sebanyak 15 % , sama dengan kehilangan darah sebanyak 0,5 liter (A. Tresna S,1991). Paparan dari karbon monoksida menghasilkan hypoxia pada jaringan. Hypoxia menyebabkan efek pada otak dan perkembangan janin. Efek pada sistem kardiovaskuler terjadi pada HbCO kurang dari 5 % ( WHO,1996).
D. Efek Toksik
Kombinasi dari penurunan kapasitas oksigen yang dibawa dalam darah, merusak pelepasan oksigen ke jaringan dan mempengaruhi proses oksidasi intraselular yang menyebabkan hypoxia jaringan merupakan proporsi antara HbCO jenuh dan kebutuhan oksigen. Otak, system cardiovascular, kelenturan otot skeletal, dan perkembangan janin adalah jaringan yang paling sensitive terhadap hypoxia (WHO, 1996). Dengan demikian toksik efek berhubungan dengan fungsi neurobehavioural, kapasitas latihan cardiovascular, dan efek- efek pada pertumbuhan. Seorang peneliti menemukan bahwa, anjing yang terpapar 100 ppm karbon monoksida selama 5,75 jam/hari, selama 6 hari perminggu untuk waktu 11 minggu menunjukkan tidak ada perubahan elektroenchephalographic tetapi menunjukkan kegagalan psychomotor dan kerusakan cerebral corteal yang cenderung diikuti kerusakan jalan pembuluh darah (Kindwall, 1994).
Lebih lanjut paparan karbon monoksida dapat mereduksi kapasitas penampilan aktifitas fisik pada level diatas 2,5 %. Orang dengan penyakit arteri coronary sangat sensitif terhadap karbon monoksida. Penurunan waktu pelatihan terhadap serangan anguna atau ischemia telah diamati pada HbCO level serendah 3 % dan peningkatan ventricular arrythmias pada HbCO level 6%. Menurut Manahan (1992) kadar 100 ppm menyebabkan pusing, sakit kepala dan kelelahan ; kadar 250 ppm menyebabkan kehilangan kesadaran ; dan kematian cepat pada 1000 ppm.
Menurut Sodeman (1995), jaringan yang paling mudah mengalami kerusakan oleh gas CO adalah otak dan miokardium karena kedua jaringan ini mengkonsumsi oksigen paling banyak. Kelainan serebral atau miokardial yang sudah ada sebelumnya merupakan faktor predisposisi terjadinya akibat-akibat merugikan pada kadar yang tidak menimbulkan gangguan pada orang normal. Gejala sisa lanjut mencakup demielinasi yang fatal, disfungsi serebral permanen, neuropati perifer dan bebagai akibat terhadap sistem hantaran jantung. Gas CO juga memegang peranan penting sebagai penyebab aterosklerosis. Timbunan kolesterol dalam aorta pada kelinci semakin dipercepat oleh anoksia akibat menurunnya tekanan parsial O2 atau akibat sedikit meningkatnya gas CO dalam atmosfer. Anoksia akan meningkatkan permeabilitas dinding arteri terhadap protein serum kalau diukur dengan protein berlabel isotop. Paparan kronis terhadap gas CO kadar rendah dapat menimbulkan akibat yang bermakna pada pembuluh pembuluh arteri lewat keadaan hipoksia derajat ringan. Pasien yang sudah menderita penyakit koroner dengan angina pektoris mempunyai batas keamanan yang kecil sehingga peningkatan kadar HbCO dapat mencetuskan serangan nyeri iskemik.
Berikut pengaruh HBCO ( dalam %) terhadap kesehatan :
a. < 1,0 :Tidak ada pengaruh
b. 1,0 - 2,0 : Penampilan agak tidak normal
c. 2,0 - 5,0 : Pengaruhnya terhadap sistem syaraf sentral, reaksi panca indra tidak normal, pandangan kabur.
d. 5,0 : Perubahan fungsi jantung
e. 10,0 -80,0 : Kepala pusing, mual, berkunang-kunang,pingsan,kesukaran bernafas,kematian.
Persentase ekuilibrium HBCO di dalam darah manusia yang mengalami kontak dengan CO pada konsentrasi kurang dari 100ppm dapat ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut :
% HbCO dalam darah = 0,16 x [konsentrasi CO diudara(ppm)] +0,5. Nilai 0,5 merupakan persentase normal HbCO dalam darah.
Berdasarkan rumus tersebut konsentrasi CO di udara dengan konsentrasi HBCO di dalam darah dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Konsentrasi CO di uadara 10 ppm= 2,1 % HbCOdi dalam darah
b. Konsentrasi CO di uadara 20 ppm= 3,7 % HbCO di dalam darah
c. Konsentrasi CO di uadara 30 ppm= 5,3 % HbCO di dalam darah
d. Konsentrasi CO di uadara 50 ppm= 8,5 % HbCO di dalam darah
e. Konsentrasi CO di uadara 70 ppm= 11,7 % HbCO di dalam darah
Faktor-faktor yang Mempengaruhi BBLR (Mariyati Sukarni,1989 : 25) adalah :
a. Status gizi ibu sebelum dan selama kehamilan
b. Perioda gestasi paling sedikit 8 bulan, jarak paling ideal anatara 18 – 36 bulan, jika pernah terjadi komplikasi.
c. Umur ibu, antara 20 - 35 tahun adalah umur-umur paling baik untuk kehamilan
d. Jumlah kehamilan dimana paling ideal adalah kurang dari 4
e. Pemeriksaan kehamilan, paling sedikit 3 kali kunjungan. Kunjungan pertama segera setelah diketahui adanya kehamilan.
Karbon monoksida (CO) apabila terhirup ke dalam paru-pari akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun, ikut bereaksi secara metabolis dengan darah (hemoglobin) :
Hemoglobin + CO ———> COHb (Karboksihemoglobin)
Ikatan karbon monoksida dengan darah (karboksihemoglobin) lebih stabil daripada ikatan oksigen dengan darah (oksihemoglobin). Keadaan ini menyebabkan darah menjadi lebih mudah menangkap gas CO dan menyebabkan fungsi vital darah sebagai pengangkut oksigen terganggu.
Dalam keadaan normal konsentrasi CO di dalam darah berkisar antara 0,2% sampai 1,0%, dan rata-rata sekitar 0,5%. Disamping itu kadar CO dalam darah dapat seimbang selama kadar CO di atmosfer tidak meningkat dan kecepatan pernafasan tetap konstan.
Keracunan gas karbon monoksida dapat ditandai dari keadaan ringan, berupa pusing, rasa tidak enak pada mata, sakit kepala, dan mual. Keadaan yang lebih berat dapat berupa detak jantung meningkat, rasa tertekan di dada, kesukaran bernafas, kelemahan otot-otot, gangguan pada sisten kardiovaskuler, serangan jantung sampai pada kematian.

Rabu, 18 Maret 2009

Enzim dan Koenzim

Pengertian Biokimia
Biokimia merupakan ilmu kimia yang berhubungan dengan unsur-unsur kimia pada sel hidup dan dengan berbagai reaksi dan proses yang dialaminya. Dalam setiap reaksi pasti dibutuhkan adanya katalisator. Katalisator adalah zat yang mempercepat reaksi,tapi tidak berubah karena reaksi tersebut.
Katalisator itu sendiri ada 2 macam yaitu:
1. Katalisator Protein: Enzim
2. Katalisator non protein:H,OH,ion logam

Sebagai seorang perawat kita sangat membutuhkan pelajaran tentang bikimia karena biokimia merupakan dasar dari pada kesehatan,semua penyakit mempunyai dasar dari biokimia selain itu penelitian biokimia juga turut menentukan diagnosa ,prognosis dan pengobatan penyakit.
Pengertian Enzim
Enzim ialah senyawa protein yang disintesiskan di dalam sel secara biokimiawi. Enzim merupakan biokatalis yaitu senyawa yang diproduksi oleh organisme.
Dalam mempelajari enzim kita pasti sering bertemu dengan yang namanya koenzim,holoenzim dan apoenzim.
Koenzim adalah molekul organik yang nonprotein diperlukan untuk bekerjanya enzim. Example:Vit,NAD,koenzim A.
Holoenzim adalah enzim lengkap yang terdiri dari enzim dan koenzim.
Apoenzim adalah bagian protein dari holoenzim.
Tanpa bantuan enzim maka reaksi-reaksi bio kimia akan berjalan lambat, dan membutuhkan suhu atau tekanan yang ekstrem. Enzim akan mempercepat jalannya reaksi kimia tanpa ikut hadir dalam produk akhir reaksi tersebut. Reaksi antara enzime dan substrat akan membentuk kompleks enzim substrat, yang selanjutnya akan berpisah menjadi enzim dan produk. Hidrolisis merupakan jenis reaksi katalis enzim.
Spesifitas(Substrat & Reaksi yang dikatalis) Enzim:
  1. Spesifitas Optis ;Hanya bekerja pada optik spesifik dan pada salah satu isomer yang ada. Contoh:tripsin,kimotripsin dan elastase, hanya memecah polimer asam L-amino# asam D-amino.
  2. Spesifitas Gugus ;Hanya bekerja pada gugus yang spesifik. contoh:tripsin memecah hanya ikatan peptida pada sisi karboksil residu argini dan lisin.
Perbedaan antara Enzim dan Koenzim:
1. Enzim
  • Merupakan suatu biokatalisator
  • Bersifat termolabil
  • Bersifat spesifik dalam melaksanakan fungsinya
  • Dirusak oleh logam berat
  • Aktifitas enzim diukur dengan kecepatan reaksi enzimatik
  • Letak enzim tertentu didalam sel
  • Hanya mengkatalis satu macam reaksi
2. Koenzim
  • Senyawa organik yang diperlukan untuk aktifitas suatu enzim tertentu
  • bersifat termostabil
  • Berat molekul rendah
  • Banyak koenzim yang merupakan derivat vitamin B
  • Bisa di anggap sebagai substrat kedua.
Penggolongan Enzim
berdasarkan Jenis Reaksi yangDikatalis:
  1. Oksideruduktase:mengkatalis reaksi oksidasi-reduksi.
  2. Transferase:mengkatalis reaksi pemindahan berbagai gugus amino,karboksil,karbonil,metil,asil,glikosil atau fosforil.
  3. Hidrolase:mengkatalis pemutusan ikatan kovalen sambil mengikat oksigen.
  4. Liase:mengkatalis pemecahan ikatan kovalen tanpa mengikat air.
  5. Isomerase:mengkatalis reaksi isomerisasi.
  6. Ligase/Sintetase:mengkatalis pembentukan ikatan. .
Beberapa enzim penting yang berasal dari hewan.
1.Enzim Kemotripsin, sumber pankreas.
2. Enzim Katalase,Sumber Hati.
3. Enzim Lipase,Sumber pankreas.
4. Enzim Rennet,Sumber Abomasum.
5. Enzim Tripsin,Sumber Pankreas

Beberapa enzim penting yang berasal dari tanaman:
1. Enzim aktinidin,Sumber buah kiwi.
2. Enzim a-amilase, sumber kecambah barley.
3. Enzim bromelin,sumber getah nanas.
4. Enzim Lipoksigenase,sumber kacang kedelai.
5. Enzim papain,sumber Getah pepaya.

Faktor yang mempengaruhi reaksi enzimatis:
  1. Kadar enzim
  2. Kadar substrat
  3. suhu
  4. kadar koenzim
  5. oksidasi
  6. radoiasi
  7. pH
  8. inhibitor

Penghambat aktivitas enzim:

1. Kompetitif

  • Inhibitor:senyawa analog substrat
  • struktur I = struktur S
  • I mengikat enzim pada tempat pengikatan substrat

2. Non-kompetitif

  • Reversible : I terikat pada E di tempat yang berlainandengan S.
  • Irreversible : struktur I # S merubah struktur S.

Faktor yang mempengaruhi kerja Enzim:

  1. Enzim bekerja pada suhu optimum
  2. Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu.
  3. Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatik.
  4. Bila konsentrasi substrat di naikan maka kecpatan reaksi akan meningkat sampai pada suatu batas maksimum.

Sabtu, 07 Maret 2009

kata-kata Indah

Ya
Untuk senyum indahmu yang membangkitkan cinta dan memberikan kasih sayang kepada semua orang........

Untuk kata-kata baikmu yang membangun persahabatan dan menjauhkan rasa dengki.......

Untuk derma yang membahagiakan si-miskin,menyenangkan orang fakir,dan mengenyangkan perut lapar......

Untuk mendaras al-Quran,merenung dan mengamalkan kandungannnya,bertobat dan memohon ampunan...............

Untuk dzikir dan istighfar yang banyak,memanjat doa,dan meluruskan tobat................

Untuk bergaul dengan wanita-wanita baik yang selalu takut pada Alloh,mencintai agama dan menghormati nilai-nilai agama............